Bulan sabit kemuning
Tersenyum malu sambil mengembang
Angin utara kembali berhembus
Kenangan lama yang tak pernah pupus
Daun pohon liu berguguran
Melayang melewati sungai ke selatan
Membawa alunan sitar pergi menjauh
Melanglang-buana ke negri ungu
Daun sudah gugur, salju pun belum turun
Menanti semi tiba, dan bunga bermekaran
Dengan secarik teh, melepas jubah naga
Berharap mengupas selaput jenuh menggelora
Senandung daun gugur bernyanyi
Membisikkan kenangan dan indahnya mimpi
Menunggu kabut pagi yang tebal
Pergi menjauh menyisakan harapan yang kekal
Malu Melewati Semi Kenangan
2
comments
Categories:
poems
Share this post - Email This
i
Ketika Aku Mimpi
Ketika ku bangun hal itu, keringat membasahi ku
Ketika ku selesaikan hal itu, senyum bangga ku terkembang
Ketika hal itu meraih pujian, ku puaskan ego ku
Ketika hal itu berlalu, ku harap benih dapat berbuah
Ketika itu tidak lagi ada di gengaman ku, aku khawatir
Ketika itu menuju kehancuran, ingin ku untuk kembali
ketika menuju kehancuran, ku belajar optimis
ketika menuju kehancuran, ku gantungkan keajaiban pada benih ku
ketika kehancuran di mata, ku pekikan derita ku
ketika kehancuran melanda, ku hanya dapat menutup mata ku,
berharap bahwa ini semua hanya mimpi
***
tangan-tangan ini tak lagi dapat menggapai...
batas-batas dinding waktu dan usia membatukan diri ku
membukakan jendela lain dalam hidupku
bagaikan lembaran baru pada buku harian
hidup ku bukan milik masa lalu...
tapi diri ku tak rela
bila masa lalu ku mulai kabur oleh bukan diriku
sungguh tak rela...
ingin ku kembali untuk membangun mimpi itu
merapihkan kepingan-kepingan hidup
dan memigura kepingan-kepingan indah
yang akan selalu ku kenang dan kubanggakan
DayDreamer-Andy
untuk team *** H*M*I 2007
4
comments
Categories:
poems
Share this post - Email This
i
Love by Few, Hate by Many, Respect by All
Prima parte.
I sat there with anticipation,
My hands gripping the wheel,
They knew I was coming,
To make a great steal.
A pistol in my belt,
And my boys around me,
I pushed down my foot,
And smiled with glee;
The engine roared,
The backseat clicked with Tommies.
It would not be long,
Before those bastards prayed for their mommies…
The grill of the car,
Pushed aside much,
A make-shift barricade,
And a few guys got smooshed.
I pulled up to the gate,
And I opened my door,
Me and five men got out,
But they had much more.
Gangsters to the left,
Gangsters to the right,
I could see well,
That it’'d be a great fight.
Seconda parte.
I took cover and loaded
My shotgun with care,
Three of them came
Through the garden with flair.
I gripped the wood stock,
The metal barrel did shine,
Little did they know,
Their lives would soon be mine.
Pulled the trigger once.
Pulled the trigger twice.
The remaining enemies
Scattered like mice.
Several minutes gone by,
Many bodies lay still,
I’m out of fresh shells,
Sadly Big Mike had had his last kill.
He lay there bleeding,
Not a single breath,
I yelled to the heavens,
“Why didn’t you take Seth?”
Seth got all pissed and ditched us,
But I did not care,
Me, Sal, and Petey,
Took a gasp of fresh air.
We stormed through the door,
Killing all things in sight,
I love my dear pistol,
As it slayed with great might.
I made for the basement,
And reached in my coat,
Couldn’t believe it,
I felt like a goat.
“I have forgotten the dynamite.”
Yelling through the door,
I knew tomorrow night,
I’d have to come back for more.
Finale parte.
We exited the compound,
Our sedan ablaze,
I looked for a new one,
A very mere gaze,
I spotted a truck,
Hearty and blue,
A Chevy, no a Ford,
What’s it to you?
At that moment I heard them,
Their siren’s wail,
Here is the escape,
I hope we do not fail.
One cop, two cop…
Three cop, FOUR!
Five cop, six cop…
Seven cop, MORE!
I took a left,
Raced down 11 blocks,
All of these cars,
So we threw down our Glocks;
Picked up more powerful guns,
A left turn, a right turn,
Three blocks to go-
When will they learn…
Four coppers left,
But three hit-squads in tail,
A Molotov present:
Look at them flail!
Down to the last,
Five men and two cars,
All the cops gone,
These chumps will be ours.
Smashed one into a post,
Shot up the other,
Made it to the safe house,
High-fiving each other.
3
comments
Categories:
poems
Share this post - Email This
i
Ini Rindu dan Ini Juga Bukan Puisi
altroz wrote:
Ini Rindu, Bukan Puisi
Saat kita terbaring sendiri di atas ketenangan
Berada jauh dari istana kita
Tertekur diantara pahitnya malam
Lelah tak dapat lagi bergerak badan ini
Kita berdua di perbatasan kata selamat tinggal
Kemanakah suara burung berkicau yang biasa kita dengar ?
Kemanakah pagi yang biasa menanti di ujung jalan waktu?
Kenapa semuanya serasa diam membisu ?
Menjadi sepia bersama tirai yang menjauh
Coba ingat kembali detik detik yang kita buang sia sia tak bermakna
Ingat kembali rasa nikmat secangkir teh hangat di pagi itu
Ingatkah saat kita selalu katakan kata sampai jumpa?
Ingatkah saat saat kita masih bisa bergandengan tangan?
Biarlah jarum jam berputar mundur dalam benak angan
Dan bangunlah dari mimpi kelabu yang menghantui bayangmu
Lihatlah setitik putih yang kau abaikan itu
Sadarkah bahwa semuanya sudah berlalu...?
Namun suatu hari nanti kita bisa mengulanginya sekali lagi
Hanya untuk satu kali saja
Dan bila saat itu tiba
Tolong... jangan kau lepaskan aku lagi....
Encore:
Seandainya saja kau lihat rindu di atas telapak cintaku
Ia tak pernah berhenti berpijar
Lilin hati yang lirih bernyanyi
Menemani bintang dari bersinar di kejauhan
Gentle_Vast answer:
Ini Juga Bukan Puisi
hari ini kita pandangi langit
awan-awan berarak-arak ke utara
matahari mulai berwarnah merah
cahayanya mulai tertelan rimbunan beton
kuletakan cangkir teh ku
sejenak tergiang aroma teh yang telah habis
menggiurkan...
perlahan aku larut ke dalam angan ku
tetes demi tetes rasa teh itu kunikmati
tapi rasa yang ada tidak pernah berulang
lidah ku masih kering seperti sebelumnya
cangkir yang ada juga telah kosong
ah... ini hanya mimpi...
tapi hati ini tidak pernah pergi
kenikmatan itu masih sangat terasa...
detik-detik itu surga ku
tapi semua sudah berlalu
merahnya matahari tidak pernah sama lagi
aroma khas teh, juga tak pernah sama lagi
pertarungan jarum panjang dan pendek juga berbeda
detik itu sudah berlalu
nafas masih terus mengalun
deburan ombak tidak pernah berhenti
hidup ini mesti berjalan
ku catat lembaran cita rasa ini
lalu ku hirup nafas secara mendalam
kuhembuskan udara secara perlahan
Oh... hidup ini harus berjalan...
Ini awal perjalanan
ini bukan akhir segalanya
hidup harus berjalan
dan hidup bukan puisi...
1 comments
Categories:
poems
Share this post - Email This
i
Nyanyian nasional komisi 3 HIMTI BINUS
Sahabat Sejati - Sheila on 7
dinyanyikan dan diresmikan keabsahannya tertanda sejak dikumandangkan pertama kali oleh Yang mulia FW'04 dan AS'03 pada tanggal 9 Juni di Nav Family Karaoke
Sahabat sejatiku, hilangkah dari ingatanmu
Di hari kita saling berbagi
Dengan kotak sejuta mimpi, aku datang menghampirimu
Kuperlihat semua hartaku
Kita s’lalu berpendapat, kita ini yang terhebat
Kesombongan di masa muda yang indah
Aku raja kaupun raja
Aku hitam kaupun hitam
Arti teman lebih dari sekedar materi
Pegang pundakku, jangan pernah lepaskan
Bila ku mulai lelah… lelah dan tak bersinar
Remas sayapku, jangan pernah lepaskan
Bila ku ingin terbang… terbang meninggalkanmu
Ku s’lalu membanggakanmu, kaupun s’lalu menyanjungku
Aku dan kamu darah abadi
Demi bermain bersama, kita duakan segalanya
Merdeka kita, kita merdeka
Tak pernah kita pikirkan
Ujung perjalanan ini
Tak usah kita pikirkan
Akhir perjalanan ini
Silahkan di resapi, pesan yang tersirat di dalamnya..
Demikianlah, saya mewakili 2003 komisi ini mengucapkan maaf yang sebesar2nya atas segala cacian, makian, bully-an, dan komentar2 pedas yang pernah terucap sampai saat ini. Tak lain semua itu hanyalah cara kami menyampaikan bahwa kami sangat
0
comments
Categories:
poems
Share this post - Email This
i
Ode To The Gallantry
The Knight Journey "xia ke xing"
Bertamu ke negri Zhao dengan topi berantakan,
Lengkung goloknya mengkilap laksana salju,
Menunggang kuda putih berpelana perak,
Berderap cepat bagai bintang jatuh,
Tiap sepuluh langkah membunuh satu orang,
Berkuda ribuan li tanpa henti.
Setelah tugas selesai ia kibaskan lengan bajunya,
Dirahasiakannya diri dan namanya,
Di saat luang meneguk arak bersama Xin Ling Jun,
Pedang ditanggalkan, lutut diluruskan.
Membujuk Zhu Hai dengan perjamuan,
Keras upaya menasihati Hau Ying,
Mengutarakan janji dengan sulangan 3 cawan arak,
Mempertahankan kedaulatan negrinya.
Setelah mata berkunang kuping pun panas,
Semangat membara,
Menyelamatkan negri Zhao dari kepungan pasukan Qin,
Dengan serangan yang menggetarkan,
Selama beribu musim semi kedua pahlawan ini,
Masih tetap menggemparkan Da Liang.
Li bai / Li po
2
comments
Categories:
poems
Share this post - Email This
i
Labirin dari Crete*
Wah dah lama ga ngisi blog neh, entah napa hari ini g lagi bad mood,… entahlah….
Btw masih pada inget am kisah tragis g dolo yg ada di
“A drama of sorrow and joy that includes separation and reunion.”
trus waktu itu ada comment yang keren dari tmn g lutfia yang ada lirik lagu can’t buy me love nya…. Nah waktu itu g ngejawabnya juga pake cerita yaitu
“Jawaban relief labirin dari Crete*”
kisah ttg seseorang pemikir, pemimpi, atau pembual yang punya pemikiran berbeda dibandingin am umumnya orang2 yang hidup di labirin crete*
bagi yang lom tau labrin crete itu apa, labirin crete ada lah labirin yang dibangun am arsitek terkenal daedalus di kota crete / kreta (salah satu nama polis/negara bagian di yunani kuno dolo) gunanya untuk ngurung minotaurus, monster dengan kepala banteng.
Tapi labirin di krete ini g ada mintaurusnya, cmn penggambaran /deskripsi kondisi dunia saat ini.
***
Masih di lorong yang sama, masih di labrin yang sama, dan masih menatap dinding berlumut yang sama…. Entah kapan ini dapat berakhir, terkadang kurasakan niat ku untuk punya sayap dan terbang, melayang keluar labirin seperti daedalus dan icarus, tapi entah impian itu dapat tercapai,… 1tahun? 10 tahun?? Atau 100 tahun lagi???...
Keberadaan ku di labrin ini membuat ku muak akan segalanya yang ada. Semua genangan air mata darah, atau jantung berdenyut di pinggiran jalan, termasuk didalamnya relief-relief konyol para pejuang cinta yang telah gugur, dan juga tarian dan nyanyian para pemuja cinta yang plin-plan terbawa arus trend.
Kulangkahkan kaki ku beranjak pergi menapaki jalan-jalan setapak yang lama, jalan setapak yang telah ku lalui selama 21 tahun, kuputari semua daerah yang pernah aku lalui, jalan dimana diri ku jatuh ketika mengayun sepeda pertama, jalan dimana perjalan panjang ku menjadi stalker gadis tetangga ku, jalanan panjang yang kulalui dikala pikiran ku galau…
Ditengah berbagai jalan yang berhamburan menyeruak keluar dari kepala ku, kaki ku terhenti pada persimpangan yang belum pernah ku temui selama ini, antusias ku mulai naik… satu tapak,… sepuluh tapak,… seratus tapak,… awalnya sangat antusias, kemudian menjadi ketakutan, satu per satu keringat digin ku mengalir, entah dari pori-pori yang mana butiran itu keluar dan kemudian merayap di sekujur tubuh ku, mengalir dari mata ku ke sisi bibir ku dan jatuh melalui daguku…
Ketakutan itu tidak membekukan diri ku sebagai simbolisasi jaman, atau patung-patung penghias yang menjadi patokan jalan bagi para buta peta. Ketakutan ku berkurang, beriringan dengan perasaan lama yang kembali merasuk di hati ku… butiran-butiran air mulai lenyap seiring hangatnya tubuh ku, butiran tersebut diserap kembali kulit ku lalu mengalir masuk menelusuri kanal-kanal darah dan masuk ke jantung hati ku, dan kemudian mengkristal dan membekukan hati jantung ku…
Ternyata perjalanan baru ini hanya verakhir dengan cara yang masih sama kunonya dengan berbagai kisah yang lampau…
Benar-benar “man from yesterday…”
Jaman disko yang berjaya dan Madonna menari bagai tante girang…
Semua sama aku tetap berjalan di labirin menatap pemandangan yang berbeda, namun masih dalam kesamaan satu tipe, sama-sama memuakkan, seratus atau mungkin seribuan langkah ku berakhir di labirin yang sama, hanya pada blok yang berbeda…
Kemuakan ini bahkan membuat angan ku lepas terbang tinggi, menggeram, mundur tiga langkah, sambil menggesekkan kaki ke tanah pada setiap langkah, dan meluncur maju menabrak dinding labirin, dan hancur dengan darah bertebaran seperti kanvas yang dipenuhi cipratan tinta beraneka warna lansung dari ember cat sang pelukis tanpa 1 kuas apapun.
2
comments
Categories:
My Life
Share this post - Email This
i