Once Upon A Time – Part 4 -&- Order And Chaos – Part III

Written by Andy Zheng on Thursday, February 22, 2007 at 11:50 PM

.: Biggest Match on The Earth :.

Di dunia ini ada dua jenis waktu. Waktu mekanis dan waktu tubuh. Waktu yang pertama kaku, laksana pendulum besi raksasa yang berayun maju-mundur, bergerak membuat sequence yang tetap. Waktu yang kedua bergeliang-geliut seperti ikan di rawa kering haus akan kehidupan dan terus mencari dan bergerak, seakan dapat memperpanjang hidupnya. Waktu pertama tidak dapat ditolak karena itu merupakan sabda bahagia dari langit, mutlak, yang telah ditetapkan dari generasi ke generasi. Waktu yang kedua menyusup diantara relung hati dan kanal-kanal otak untuk mengambil keputusan, tanpa ada hukum dan dalil yang pasti.

Beberapa orang tidak yakin bahwa waktu mekanis itu ada. Ketika melewati jam raksasa di taman kota mereka tidak melihatnya, juga tidak mendengar bunyi loncengnya saat mengirimkan paket-paket ke kantor pos atau saat berjalan-jalan di taman bunga. Mereka menggenakan jam di pergelangan tangan, tetapi itu sekedar ornament atau semacam sopan-santun bagi yang ingin memberikannya sebagai hadiah, Mereka juga tidak menyimpan jam dinding di rumah. Sebagai gantinya mereka mendengarkan detak jantung. Mereka merasakan irama suasana hati dan berahi mereka. Mereka makan saat lapar, dan pergi ke tempat kerja di perusahaan topi perempuan atau ahli kimia kapan saja ketika terbangun dari tidur, bermain cinta sepanjang hari. Beberapa orang bahkan menertawakan pemikiran tentang waktu mekanis. Mereka tahu bahwa waktu bergerak tidak beraturan, bagai ombak di laut. Mereka tahu bahwa waktu terus maju tanpa beban di punggungnya seperti saat mereka buru-buru membawa seorang anak yang terluka ke rumah sakit, atau ketika tatapan tetangga mulai sinis dan terasa menganggu. Mereka juga tahu bahwa waktu melaju cepat melintasi padang yang kaya akan visi tatkala sedang makan enak bersama teman-teman, atau ketika menerima pujian atau kebohangan dalam pelukan kekasih gelap.

Lalu, ada sejumlah orang yang berpikir bahwa tubuh mereka tidak ada, void, dan penuh akan kehampaan. Mereka hidup dengan waktu mekanis. Mereka bangun pada pukul 4 pagi. Untuk melakukan ritual mereka sehari-hari. Makan siang tepat pada tengah hari dan makan malam pada pukul enam petang. Mereka memenuhi janji tepat waktu, persis seperti yang ditunjukkan jam. Mereka bermain cinta antara pukul delapan malam hingga sepuluh malam. Bekerja empat puluh jam seminggu, membaca koran minggu pada hari minggu, bermain catur pada tiap malam selasa. Ketika perut mereka bernyanyi, mereka mengamati jam tangan mereka untuk melihat apakah sudah waktunya untuk makan. Ketika mereka tengah asyik menikmati suatu konser, mereka menatap kearah jam dinding yang ada di atas panggung untuk melihat apakah sudah waktunya untuk pulang. Mereka sadar bahwa tubuh bukanlah suatu keajaiban, melainkan suatu kumpulan bahan kimia, jaringan, dan impuls saraf. Pikiran tak lebih dari gelembung listrik sinapsis dalam otak. Rangsangan seksual tak lebih dari aliran senyawa kimia sang hormon pada ujung syaraf tertentu. Kesedihan tak lebih dari asam memuakan yang menusuk di otak kecil. Pendeknya, tubuh adalah mesin yang tunduk pada hukum listrik dan mekanika sebagaimana electron atau jam. Karena itulah , tubuh harus disapa dengan persamaan-persamaan fisika. Jika tubuh sedang berbicara, ia melulu berbicara tentang beberapa tuas dan tekanan. Tubuh adalah sesuatu untuk diperintah bukan untuk dipatuhi.

Membawa serta udara malam sungai, seseorang melihat bukti dua dunia menjadi satu. Seorang tukang perahu sedang mengukur posisinya yang tidak jelas dengan menghitung detik-detik yang hanyut dalam alur air. “Satu, tiga meter, Dua, enam meter, Tiga, sembilan meter” suaranya membelah kegelapan malam dengan ucapan yang jernih dan tegas. Di bawah cahaya lampu di jembatan besar yang telah termakan usia, dua orang bersaudara yang tidak pernah berjumpa selama bertahun-tahun minum dan tertawa bersama. Lonceng gereja berdenting sepuluh kali. Dalam beberapa detik, lampu-lampu di kota berkedip-kedip dengan sempurna, suatu kesempurnaan mekanis ,seperti kesimpulan geometri Euklidan. Berbaring di taman indah ditemani gemericik bunyi air mancur kolam ikan, sepasang kekasih menatap langit dengan malas, terbangun dari tidur yang lelap karena denting lonceng di kejauhan, terkejut menyadari bahwa malam telah tiba.

Ketika dua waktu bertemu, yang terjadi adalah keputusasaan, seperti keputusasaan sepasang kekasih dimana waktu mereka telah berlalu. Ketika dua waktu menujuh arah yang berbeda hasilnya adalah kebahagian. Karena itulah, secara menakjubkan, seorang pengacara, perawat, tukang roti dapat mengkehendaki satu dunia, tidak keduanya. Tiap waktu adalah benar, tetapi kebenaran itu tidak selalu sama.

Seperti suatu koin logam dimana terdapat sisi yang terang dan gelap… dan semua orang dapat melihat baik sisi terang maupun sisi gelap si logam. Namun tidak ada seorang pun yang dapat melihat sisi gelap dan sisi terang si logam secara bersamaan(tidak saling bergantian) pada detik yang sama dan tempat yang sama.

About the Blog!

A drama of sorrow and joy that includes separation and reunion. A matter of clarity that is black and white. A place of dreams and illusions that colour life and death. A spirit of nobility that marks the 'Ways of Heroes'.