Order and Chaos - Part I

Written by Andy Zheng on Friday, January 5, 2007 at 2:20 AM

The Philosophy

Seperti halnya sebuah keping logam atau putaran meja rolet yang berputar mencapai titik statisnya, pasti memiliki suatu sisi yang selalu berbagi tempat dengannya. Sesempurna apapun tatanan dapat dipastikan chaos selalu ada, membayangi seperti siluman abadi. Ketika suatu saat system mencapai pada titik klimaksnya, ia pun menyusup keluar dan mulai mengobrak-abrik. Bahkan dalam keadaan yang nampaknya ekuilibrium, sesungguhnya chaos dan order hadir secara bersamaan, seperti kue lapis, yang diantaranya terdapat olesan selai sebagai perekat. Atau seperti rangkaian molekul air yang tampak seakan menempel erat dengan molekul minyak, yang lebih pantas disebut dengan parasit. Selai perkekat diantara molekul itu adalah zona quantum, rimba lebat infinit dimana segalanya relatif dan dinamis, kumpulan potensi dan probabilitas yang terus berputar membentuk untaian pusaran yang seakan tak berujung.

Di kehidupan sehari-hari kehadirannya dapat terasa dalam bentuk intermittency atau ketidaksinambungan, atau keterputus-putusan, lebih mudahnya. Paradigma reduksionisme yang telah berabad-abad mendominasi dunia kita ini, termasuk didalamnya dunia sains,namun tidak pernah ada yang memberikan perhatian terhadap fenomena ini, seperti layaknya nyamuk yang berdengung sayup di samping telinga kita. Dan bagi manusia yang melihat dunia hanya hitam dan putih, maka ia harus siap-siap terguncang, ketakutan dan kebingungan bagai kehilangan arah, setiap kali memasuki area abu-abu dimensi quantum. Karenanya, relativitas bagaikan kiamat besar yang siap menelan jiwa dan raga bagi yang mengagung-agungkan objekvitas. Sains ternyata hanya bisa berbohong, sains tidak selamanya objektif. Sains sering kali, harus subjektif demi sekedar bertahan dalam nafas yang berharga.

Perputaran antara potensi dan probabilitas atau yang lebih menarik bila disebut turbolensi, dapat dianalogikan sebagai pigura hitam kusam yang membingkai setiap kepingan gambar dalam reel film, yang ketika diputar dengan kecepatan 24 frame per detik mata kita menangkap sebagai sebuah kekontinuitas yang wajar dan semestinya, padahal hal tersebut tidak lebih dari potongan-potongan gambar dan bukannya kontinuitas. Dalam realita, turbolensi ibarat “Dapur Agung” yang transeden, tidak terikat waktu dan ruang dalam berinteraksi dengan sinyal-sinyal nonlokal, tempat diracikanya semua probabilitas, potensi, serta semua loncatan-loncatan quantum yang seperti elektron yang terus berlompatan dan susul menyusul. Lalu dari dapur tersebut tersajilah sup yang dikenal dengan nama panggilan “kehidupan” yang nyata dan terukur, bak sebuah realita yang bisa di pandang, di nikmati dan di cicipi atau dihirup baunya.

Turbolensi hadir dimana-mana, dari hidup organisme sesederhana virus Herpes simplex, sang causative agent dari gelembung demam di dasar lantai otak, yang mana hanya dapat dilihat dengan pembesaran sekitar 40,000 kali, sampai ke interaksi antar planet, bintang dan asteroid di galaksi Bimasakti. Tapi kehadirannya selalu dianggap sekedar kebisingan yang tak meng-ganggu, tak lebih signifikan dari bunyi “kresek-kresek” gelombang radio yang tidak pas atau gambar statis sesudah acara telivisi habis. Namun sekarang, sudah saatnya dunia atau tepatnya dunia sains untuk mengalami turbolensi yang sesungguhnya, bahwa cara pandang reduksionis dan fisika klasik para Newtonian tidak akan sanggup memblokir refleksi cermin kehidupan yang nyata. Keteraturan mau tidak mau harus berkaca, menemukan dirinya ternyata berasal dari ketidakteraturan. Sama halnya dengan otak yang merupakan organ nonlinier tulen, ataupun denyut jantung yang tak beraturan, telah menciptakan order untuk seorang manusia agar dapat hidup. Atau putaran non linier electron yang membangkitkan energi listrik puluhan ribu volt, yang kemudian sanggup membawa kembali order bagi kota metropolitan yang konsumtif akan energi ini.

Pada dasarnya terciptanya sebuah system diakibatkan oleh atraktor, suatu region magnetis yang memiliki kekuatan dashyat untuk menarik seluruh system ke dalam dirinya, yang terus-menerus melakukan feedback atas dirinya sendiri. Proses arus-balik itu kemudian menyebabkan system teramplifikasi, hingga tiba di titik di mana ia mengalami fluks, atau disodori”plihan” untuk berubah. Fase penuh kebimbangan itu lalu mencapai kulminasinya, sampai terjadi apa yang dinamakan bifurkasi yang berarti titik percabangan. Bifurkasi dapat mebawa system meruntuhkan dirinya menuju chaos, atau justru menstabilkan system melalui perubahan yang dihadirkannya. Sesudah menjadi stabil, system yang telah melewati bifurkasi menjadi resisten terhadap perubahan hingga periode yang teramat panjang, sampai akhirnya muncul lagi titik-titik kritis yang mampu mengamplikasi feedback dan menghadirkan bifurkasi baru, seperti halnya evolusi iklim zaman prehistoric ke zaman sekarang ini. Bifurkasilah yang melahirkan tonggak sejarah bagi sebuah system untuk berevolusi.

4 Responses to "Order and Chaos - Part I"

Anonymous
January 5, 2007 at 4:52 AM #  

Bahasan anda makin berat... Masih kurang mengerti sampai saat ini... Apakah anda berbicara tentang kekacauan yg pasti terjadi di dalam setiap keteraturan?

Comment by Mel Zhang
January 5, 2007 at 7:39 AM #  

Wah cepet juga updatenya...
seperti biasa kl baca blog lo kayanya gw harus paksa otak bekerja 2 kali lebih keras deh....*haizzz*
hehehe tapi bagus kok nten... ^_^
isi blog lo unik..

Comment by Lim An Rui
January 5, 2007 at 9:27 AM #  

wuih...., kesan pertama, tambah panjaaaaaaaaaaangg nih and makin berat, sampe hrus pelan biar bisa dicerna :p. lanjut vast ^^

Comment by Andy Zheng
January 5, 2007 at 6:07 PM #  

@pyonatan not only that...hmm mungkin kelanjutannya bisa lebih memperjelas,... ditunggu yah...

About the Blog!

A drama of sorrow and joy that includes separation and reunion. A matter of clarity that is black and white. A place of dreams and illusions that colour life and death. A spirit of nobility that marks the 'Ways of Heroes'.